Lubis Grafura, S.Pd
Guru SMKN 1 Nglegok
lubisgrafura@ymail.com
lubisgrafura@ymail.com
Beberapa kali, saya mendapati beberapa orang mengeluhkan betapa enaknya menjadi seorang guru, terutama yang tercatat sebagai PNS. Gaji penuh tetapi banyak libur. Memang, sepintas kalau kita perhatikan pandangan di atas memang tidak salah. Pandangan itu sah-sah saja, tetapi alangkah bijaksananya kalau kita mau melihat lebih dalam permasalahan yang ada.
Permasalahan ini memang sederhana, namun jika tidak disikapi dengan baik akan menimbulkan kesenjangan. Ujungnya, adalah saling iri dan mencari kesalahan. Alhasil, bukan etos kerja yang meningkat tetapi membuang waktu karena mempermasalahkan sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Seorang guru, setidaknya harus menguasai tiga kompetensi. Pertama, kompetensi pribadi, yaitu sikap kepribadian yang mantap dan matang sehingga bisa menjadi suriteladan yang baik. Kedua, kompetensi profesi, yaitu menyangkut berbagai pengetahuan profesi guru. Ketiga, kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat.
Kita tidak akan membahas kompetensi guru yang pertama dan ketiga, namun kita akan membahas kompetensi yang kedua, yaitu kompetensi profesi. Kompetensi ini setidaknya meliputi dua hal, yaitu hal yang berkaitan dengan administrasi mengajar dan tanggung jawab moral peserta didik.
Hal yang berkaitan dengan administrasi mengajar sangatlah banyak. Misalnya, seorang guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tiap kelas selama satu tahun, program semester, program tahunan, analisis nilai, membuat soal, koreksi, membuat rapot, jurnal mengajar, dan sebagainya. Tugas-tugas tersebut tidak mudah dan perlu banyak waktu, tenaga, bahkan (terkadang) juga biaya.
Selain mengurusi benda mati, seperti administrasi mengajar, seorang guru juga harus mengurusi moral anak didik. Bukan tugas yang mudah. Setiap guru harus mengajarkan dan menjadi suriteladan bagaimana peserta didiknya mampu berlaku sesuai tuntutan. Padahal moral peserta didik jika dibebankan pada guru saja, tentu itu tidak sepenuhnya mungkin dilakukan.
Tugas menanamkan moral kepada peserta didik memang tugas guru. Namun demikian perlu kita ketahui bahwa keberhasilan pendidikan tidak hanya semata-mata peran guru. Justru orang tualah yang memiliki andil yang besar terhadap keberhasilannya.
Peran orang tua dalam hal kesadaran pendidikan terhadap anak sangat mutlak diperlukan. Sebab, pembentukan karakter yang pertama kali terjadi adalah di dalam rumah. Sekolahan sudah “terima jadi” karakter anak yang dibentuk dari rumah. Mengubah karakter inilah yang lebih sulit daripada membentuknya.
Tak heran, jika Muhammad Suwaid dalam bukunya Mendidik Anak Bersama Nabi, mencantumkan syair sebagai berikut: anak-anak kita akan tumbuh/menurut apa yang dibiasakan oleh orang tuanya/anak tidaklah menjadi tercela oleh akalnya/ namun, orang-orang dekatnyalah yang membuatnya hina.
Liburan untuk Mengembangkan Kompetensi
Selama liburan, guru pun terkadang masih dibebani dengan tugas yang begitu banyak, misalnya koreksian. Bayangkan saja, berapa waktu yang digunakan seorang guru untuk mengoreksi jika ia mengajar 12 kelas dan tiap kelas rata-rata terdiri dari 38 peserta didik. Belum lagi analisis nilai yang harus dilakukan per peserta didik dari tiap kali ulangan harian.
Selama liburan, seorang guru yang baik seharusnya memanfaatkan sebagian liburannya untuk mengembangkan kompetensinya. Hal ini bisa dilakukan, antara lain, dengan cara mencari media pembelajaran atau mengikuti seminar-seminar yang ada.
Dengan mengetahui begitu banyak tugas yang harus diemban seorang guru, maka pantaslah mereka disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Jika demikian, apakah terlalu berlebihan jika guru memiliki libur yang sedikit lebih panjang?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar